22 April 2009

HARI OTONOMI DAERAH

Peresmian daerah percontohan penerapan otonomi dengan titik berat pada Daerah Tingkat II yaitu tanggal 25 April 1995 merupakan hari bersejarah dalam perjalanan penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia dan dalam rangka memasyarakatkan serta memantapkan pelaksanaan Otonomi Daerah, maka berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1996 tanggal 7 Februari 1996, bahwa tanggal 25 April ditetapkan sebagai Hari Otonomi Daerah dan Hari Otonomi Daerah bukan merupakan hari Libur

Perjalanan Hari Otonomi Daerah sejak ditetapkannya baru diperingati secara nasional pada tanggal 25 April 2008 yang diselenggarakan di Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalmantan Selatan. Bersamaan dengan acara peringatan Hari Otonomi Daerah tahun 2008 tersebut, telah disepakati bahwa mulai Tahun 2008 Peringatan Hari Otonomi Daerah merupakan agenda Tahunan yang diselenggarakan baik di Pusat, Provinsi, maupun Kabupaten/Kota

13 Maret 2009

EVALUASI PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH (EPPD)

Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

Pemerintah berkewajiban mengevaluasi kinerja pemerintahan daerah atau disebut sebagai evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah (EPPD) untuk mengetahui keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam memanfaatkan hak yang diperoleh daerah dengan capaian keluaran dan hasil yang telah direncanakan.

Tujuan utama dilaksanakannya evaluasi, adalah untuk menilai kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam upaya peningkatan kinerja untuk mendukung pencapaian tujuan penyelenggaraan otonomi daerah berdasarkan prinsip tata kepemerintahan yang baik. EPPD meliputi evaluasi kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah (EKPPD), evaluasi kemampuan penyelenggaraan otonomi daerah (EKPOD), dan evaluasi daerah otonom baru (EDOB).

EKPOD dilaksanakan apabila suatu daerah berdasarkan hasil EKPPD menunjukan prestasi yang rendah selama 3 (tiga) tahun berturut-turut. EDOB dilaksanakan khusus bagi daerah otonom baru dalam rangka mengevaluasi terhadap perkembangan penyiapan kelengkapan aspek-aspek penyelenggaraan pemerintahan daerah.

EKPPD dilakukan dengan cara menilai kinerja tingkat pengambilan keputusan, yaitu Kepala Daerah dan DPRD, dan tingkat pelaksanaan kebijakan daerah, yaitu satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Sumber informasi utama EKPPD adalah Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) yang disampaikan kepala daerah kepada Pemerintah. Selain itu apabila dipandang perlu, evaluasi dapat juga menggunakan sumber informasi tambahan dari laporan lain baik yang berasal dari sistem informasi pemerintah, laporan pemerintahan daerah atas permintaan Pemerintah, tanggapan atas Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah (LKPJ), maupun laporan dari masyarakat.

Penilaian dilakukan dengan menggunakan indikator kinerja kunci untuk setiap pengukuran yang secara otomatis akan menghasilkan peringkat kinerja daerah secara nasional yang dapat digunakan untuk menetapkan kebijakan pengembangan kapasitas pemerintahan daerah dalam rangka mendorong kompetisi antardaerah dalam pelaksanaan otonomi daerah. Pemerintah menetapkan peringkat dan status kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah secara nasional untuk provinsi, kabupaten, dan kota dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri.

Peringkat kinerja ditetapkan dengan pengelompokan kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam kelompok berprestasi sangat tinggi, berprestasi tinggi, berprestasi sedang, dan berprestasi rendah. Berdasarkan peringkat kinerja tersebut Pemerintah menetapkan: 3 (tiga) besar penyelenggaraan pemerintahan provinsi yang berprestasi paling tinggi dan 3 (tiga) besar penyelenggara pemerintahan provinsi yang berprestasi paling rendah; 10 (sepuluh) besar penyelenggaraan pemerintahan kota yang berprestasi paling tinggi dan 10 (sepuluh) besar penyelenggara pemerintahan kota yang berprestasi paling rendah; dan 10 (sepuluh) besar penyelenggaraan pemerintahan kabupaten yang berprestasi paling tinggi dan 10 (sepuluh) besar penyelenggara pemerintahan kabupaten yang berprestasi paling rendah.

Penetapan peringkat kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah dilakukan setiap tahun dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri.
Hasil Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah:
1. EKPPD dimanfaatkan sebagai:
a. bahan penilaian dan penetapan tingkat pencapaian SPM atau target kinerja untuk setiap urusan pemerintahan yang diselenggarakan oleh daerah;

b. bahan pembinaan dan pengawasan lebih lanjut terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah;

c. bahan pertimbangan Pemerintah dalam menetapkan kebijakan otonomi daerah;

d. dasar tindakan korektif terhadap kebijakan nasional maupun daerah;

e. alat deteksi dini bagi Pemerintah maupun pemerintahan daerah dalam pelaksanaan program dan kegiatan untuk memenuhi asas efektivitas dan efisiensi;

f. alat identifikasi kebutuhan peningkatan pengembangan kapasitas untuk mendukung desentralisasi dan kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan kebutuhan
masyarakat setempat;

g. umpan balik bagi pemerintah provinsi, dan kabupaten/kota dalam upaya perbaikan kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah;

h. alat identifikasi pencapaian pemenuhan kebutuhan masyarakat secara umum;

i. alat identifikasi pencapaian pemenuhan kebutuhan kelompok sasaran; dan

j. alat identifikasi untuk melakukan kerja sama antarpemerintahan daerah dan/atau dengan pihak ketiga.

2. EKPOD dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan bagi Presiden terhadap kebijakan otonomi daerah.

3. EDOB dimanfaatkan sebagai bahan Pemerintah untuk melakukan pembinaan dan fasilitasi khusus kepada daerah yang baru dibentuk.

30 Oktober 2008

Jumlah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota di Indonesia

Dalam kurun waktu Tahun 1999 sampai dengan 2008 telah terbentuk sebanyak 203 daerah otonom yang terdiri dari 7 provinsi, 163 kabupaten, dan 33 kota. Dengan demikian sampai saat ini total daerah berjumlah yang terdiri dari 33 Provinsi, 495 Kabupaten/Kota (396 Kabupaten dan 93 Kota serta 5 Kota administratif dan 1 Kabupaten administratif di Provinsi DKI Jakarta).

UU No. 35 Tahun 2008 tentang Penetapan PERPU No. 1 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papu

Dalam rangka optimalisasi penyelenggaraan dan efektivitas pemerintahan di Provinsi Papua Barat pada tanggal 25 Juli 2008 telah diterbitkan Undang-Undang No. 35 Tahun 2008 tentang Penetapan PERPU No. 1 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua Menjadi Undang-Undang. Undang-Undang ini memberikan landasan hukum yang kuat dalam pemberlakuan otonomi khusus bagi Provinsi Papua Barat, seperti yang telah dilaksanakan di Provinsi Papua.

31 Agustus 2008

PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 17/PUU-VI/2008

UU No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah dilakukan judicial review dan Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan Putusan Nomor 17/PUU-VI/2008 yang diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum pada tanggal 4 Agustus 2008 yang menyatakan antara lain:


a. Pasal 58 huruf q UU No. 12 UU Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menjelaskan: ”Calon kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah warga Negara Republik Indonesia yang memenuhi syarat mengundurkan diri sejak pendaftaran bagi kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang masih menduduki jabatannya”, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.


b. Pasal 58 huruf q UU No. 12 UU Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka kepala daerah/wakil kepala daerah incumbent yang telah mengajukan permohonan pengunduran diri berlaku ketentuan sebagai berikut:


a. Sesuai Pasal 47 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum.


b. Sesuai Pasal 58 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa Undang-Undang yang diuji oleh Mahkamah Konstitusi tetap berlaku, sebelum ada Putusan yang menyatakan bahwa Undang-undang tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

07 April 2008

Aturan Pengisian Kekosongan Jabatan Wakil Kepala Daerah

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah belum diatur pengisian kekosongan jabatan Wakil Kepala Daerah. Sampai saat ini ada beberapa Daerah yang tidak mempunyai Wakil Kepala Daerah (hasil Pilkada), antara lain: Kabupaten Pakpak Bharat, Kabupaten Kaur, Kabupaten Belitung Timur, Kabupaten Blora, Kabupaten Toli-toli, Kabupaten Donggala Kabupaten Landak, Kota Salatiga.

Melalui Undang-Undang Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah telah diatur pengisian kekosongan Jabatan Wakil Kepala Daerah yang menggantikan Kepala Daerah yang meninggal dunia, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 (enam) bulan secara terus menerus dalam masa jabatannya.

Untuk mengisi kekosongan jabatan wakil kepala daerah yang berasal dari partai politik atau gabungan partai politik karena menggatikan kepala Daerah sampai habis masa jabatnya apabila kepala daerah meninggal dunia, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 (enam) bulan secara terus menerus dalam masa jabatannya, kepala daerah mengajukan 2 (dua) orang calon wakil kepala daerah berdasarkan usul partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk dipilih oleh Rapat Paripurna DPRD.

Untuk mengisi kekosongan jabatan wakil kepala daerah yang berasal dari calon perseorangan karena menggatikan kepala Daerah sampai habis masa jabatnya apabila kepala daerah meninggal dunia, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 (enam) bulan secara terus menerus dalam masa jabatannya, kepala daerah mengajukan 2 (dua) orang calon wakil kepala daerah untuk dipilih oleh Rapat Paripurna DPRD.

Dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah yang berasal dari partai politik atau gabungan partai politik karena meninggal dunia, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 (enam) bulan secara terus menerus dalam masa jabatannya, kepala daerah mengajukan 2 (dua) orang calon wakil kepala daerah berdasarkan usul partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk dipilih oleh Rapat Paripurna DPRD.

Dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah yang berasal dari calon perseorangan karena meninggal dunia, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 (enam) bulan secara terus menerus dalam masa jabatannya, kepala daerah mengajukan 2 (dua) orang calon wakil kepala daerah untuk dipilih oleh Rapat Paripurna DPRD.

Dengan adanya aturan pengisian kekosongan jabatan wakil kepala daerah diharapkan dalam waktu tidak terlalu lama dapat segera diisi sehingga penyelenggaraan pemerintahan dapat berjalan lebih efektiv.